Jumat, 13 Agustus 2010

Menyambut tamu agung Ramadhan

2:183
Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa (2:183)
Tamu agung sebentar lagi datang, kini waktunya menyelami makna siyam atau puasa. Tamu agung itu adalah bulan Ramadhan. Bulan yang dinantikan karena disanalah Allah menganugerahkan malam-malam yang sangat berharga dan siang yang sangat bernilai.
Dalam ayat itu disebutkan bahwa Allah menyapa orang beriman. Wahai orang-orang beriman. Jadi iman inilah yang kemudian menjadikan kita siap melakukan kewajiban puasa. Iman yang sudah bersemayam dalam dada kita inilah yang menjadi landasan mengapa kita melakukan puasa.
Jadi pertanyaan kita pertama, bagaimana iman kita? Jika iman kepada Allah sudah menancap kedalam dada, maka kecintaan kepada Ramadhan adalah sebuah penantian yang ditunggu. Jika iman sudah menyejukkan kita maka fokus ke Ramadhan bersifat ruhi bukan jasmaniyah. Bersifat spiritual bukan bersifat fisik. Inilah kuncinya. Iman kepada Allah maka akan ada getaran sambung dengan Allah yang akan menjadikan Ramadhan bulan suci nan indah.
Iman ini juga yang akan kemudian mengantarkan kepada suasana indah bulan Ramadhan, bukan repot dengan urusan non Puasa, seperti belanja atau bahkan sibuk dengan barang baru dan kebingungan dengan mudik. Ini harus diselesaikan jauh hari sebelum Ramadhan.
Mengapa ? karena sebulan penuh inilah orang beriman diberikan anugerah siyam atau berpuasa.
Berpuasa inilah perintah utama Ramadhan, bukan yang lain. Idealnya seperti dikatakan Imam Ghazali puasa itu sampai pada tahap khusus bil khusus, bukan sekedar tidak makan dan minum.
Namun demikian esensi pertama bahwa kita mengosongkan perut, menahan diri dari makan dan minum memiliki bobot penting dalam menghayati apa makna puasa.
Pertama, tidak makan dan minum. Kondisi lapar inilah yang sangat diharapkan dirasakan kita. Kita harus merasakan lapar dan dahaga bukan mengalihkan dengan kesibukan lain. Dengan merasakan bagaimana suasana siyam ini maka kita akan berusaha untuk mengosongkan perut, melepaskan ketergantungan kepada materi, kepada makanan minuman. Lapar dan dahaga merupakan salah satu unsur penting merasakan bagaiman ruh manusia kadang sangat tergantung kepada nafsu makanan. Akibatnya nafsu makan minum ini tidak memperhatikan halal dan haram lagi. Menahan lapar dan haus siang hari ini seharusnya menyadarkan kita bahwa dengan mengosongkan perut ini maka merasakan kehadiran ruh yang selama ini menempel pada fisik. Ruhiah siyam inilah yang kemudian akan menjadikan puasa bukan sebuah penderitaan tetapi sebuah penyadaran, latihan untuk merasakan kehadiran ruh yang suci. Ketergantungan kita kepada makanan menyebabkan kesadaran akan ruh ini nyaris hilang. Sadar-sadar setelah dipanggil Allah.  Dengan Ramadhan ini maka perut dikosong, maka ketergantungan kepada materi berkurang, maka siap pula ruh mendapatkan bimbingan Ilahi.
Kedua, menahan diri dalam melakukan hubungan suami isteri. Sama dengan makan dan minum meskipun halal, namun selama siang bulan Ramadhan semua harus dihentikan. Totalitas nafsu syahwat ini dikosongkan untuk fokus kepada Ramadhan. Totalitas perhatian kepada bagaimana membina ruhiah kita untuk mencapai tahapan yang sampai kepada fitrah.
Dengan menjadikan siang ini benar-benar puasa maka mulai dari perut yang dikosongkan, kesadaran syahwat dan nafsu juga direduksi serta fikiran juga dialihkan kepada kesadaran akan puasa, kesadaran akan perintah Ilahi yang sangat berharga, sehingga hanya satu tahun sekali berkunjung.
Pengendalian nafsu syahwat ini penting karena kemudian ruh akan merasakan bagaimana kehadirannya. Selama menunaikan siyam ini maka nafsu ini dikosongkan, dibuat nol sehingga benar-benar memfokus pada perintah Ramadhan ini.
Membuat menjadi minim nafsu ini akan mereduksi berbagai ketergantungan kepada nafsu-nafsu yang selama ini secara tidak sadar mendominasi hati kita.
Dengan Ramadhan inilah maka puasa diharapkan akan menjadikan diri kita sebagai orang bertakwa.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar